PLAGIARISME DI KALANGAN SISWA (GENERASI MUDA)

 PLAGIARISME DI KALANGAN SISWA (GENERASI MUDA)

Plagiarisme atau pencurian hasil gagasan tertulis seseorang tanpa merujuk pada sumber acuan adalah fenomena yang marak terjadi di lingkungan civitas pendidikan di tingkat pendidikan manapun termasuk yang dilakukan oleh siswa SMA.

Fenomena ini layaknya wabah yang semakin lama semakin canggih sehingga mengkhawatirkan integritas lembaga pendidikan sebagai pencipta cendekia negeri ini. Tulisan ini bertujuan memahami sekelumit tentang plagiarisme, apakah itu Plagiarisme, penyebab dan upaya pengobatannya.

Plagiarisme berasal dari kata latin yang artinya merampas, menculik kata-kata orang lain, tindakan ini adalah tindakan yang tidak menyenangkan dan dengan adanya peraturan tentang hak cipta maka plagiarisme dapat ditindak pidana. Dahulu hak cipta hanya didasarkan pada kepentingan reputasi dan kehormatan pecipta, sekarang ini hak cipta berkaitan juga pada masalah materi ekonomi. Individu yang merasa memiliki (posesif) berkeyakinan bahwa seseorang berhak atas perlindungan atas cipta dan hasil kerja kerasnya. Karya tulis adalah properti yang wajib dilindungi undang-undang. Plagiasi di dunia muncul dan marak seiring dengan meningkatnya minat baca-tulis dalam masyarakat manusia. Berkembangnya budaya baca dan tulis dalam membuat pemikiran baru mudah disebarkan ke seluruh dunia. Kebutuhan manusia modern akan informasi aktual mendorong orang melakukan plagiasi demi menyebarkan informasi keseluruh dunia. Berkembangnya teknologi informasi saat ini memudahkan perilaku plagiasi.

Plagiasi selalu dikaitkan dengan orisinalitas suatu karya. Sesuatu dikatakan orisinal bila ide dan pemikiran baru tersebut pernah dituangkan dalam bahasa cetak. Nampaknya gagasan baru yang sudah tertulis merupakan bukti dan syarat suatu orisinalitas. Huruf, kata dan tulisan (bahasa) di dunia tidak dapat diklaim orisinal karena merupakan milik semua orang. Hanya rangkaian kata baru yang memiliki makna dapat diklaim sebagai hak milik. Sekarang kita hidup di dunia modern sebagai makhluk sosial. Harus diakui kita tidak mampu hidup sendirian sehingga tidak ada satu gagasan tertulis-pun yang sebenarnya asli milik kita. Tidak ada gagasan tertulis yang kita dapatkan secara tiba tiba layaknya mukjizat. Kita memerlukan karya, pemikiran, gagasan, dan komentar dari orang lain sebagai inspirasi. Gagasan tertulis tercipta dari dorongan sosial, perilaku dan interaksi dengan orang lain.

Melalui cara pandang etika, menculik atau mencuri gagasan tertulis orang lain sama artinya dengan ketidak-jujuran. Adalah hukum moral bagi kita menghargai dan mengakui gagasan tertulis orang lain. kita harus bijak dalam melangkah karena plagiarisme juga terjadi ketika kita menafsirkan gagasan tertulis orang lain tanpa menyebut sumber acuan. Keprihatinan akan ketidak-etisan perilaku plagiasi membuat pencipta gagasan tertulis mendapatkan pengakuan atas hasil kerja kerasnya. Melalui ini kejeniusan asli seseorang dapat dihargai dan diingat bahkan hingga ia meninggal.

Plagiasi di Lingkungan Sekolah

Pada era globalisasi sekarang ini internet menyediakan media untuk memudahkan ide dan gagasan tertulis menyebar keseluruh penjuru dunia. Informasi digital yang cepat, melimpah dan aktual ini memudahkan siswa- siswi untuk mencari informasi sekaligus menarik minat untuk melakukan plagiasi. Hal ini didukung oleh program komputer sekarang yang memudahkan siswa mengambil gagasan tertulis (copy-paste), berbeda pada masa lalu ketika masih menggunakan pena dan tinta. Dalam kehidupan akademis di lingkungan sekolah ada keharusan untuk menciptakan gagasan tertulis sebanyak mungkin. Kalangan guru diminta membuat banyak karya tulis demi kenaikan pangkat. Siswa berjibaku membuat karya tulis demi mencari indeks prestasi terbaik sesuai persyaratan studi mata pelajaran yang di tempuh dan untuk bersaing memperoleh peluang mengikuti lomba karya tulis ilmiah remaka untuk menunjang persyaratan masuk perguruan tinggi. Kedua hal Ini mendorong terjadinya plagiasi pada kalangan civitas akademika di lingkungan sekolah. Apabila plagiasi ini terjadi dan semakin marak jelas membahayakan integritas lembaga pendidikan sebagai pencipta cendekia dan ide pencerah yang menjadi cikal bakal mahasiswa di perguruan tinggi. Guna menjaga kepercayaan perguruan tinggi dan masyarakat maka semua karya tulis dilingkungan sekolah harus bebas dari plagiasi tanpa terkecuali. Tidak hanya di tingkat siswa tetapi juga pada kalangan guru. Semuanya harus mampu menghubungkan pembaca dengan pemilik asli gagasan tertulis yang ia rujuk.

Virus Plagiasi pada Siswa

Plagiasi mewabah pada kalangan siswa sekarang ini. Hal ini terjadi karena meskipun secara fisik siswa tingkat SMA sudah dikatakan dewasa awal tetapi secara mental mereka masih anak-anak. Dapat dikatakan bahwa masa dibangku sekolah adalah masa peralihan dari anak-anak menuju kedewasaaan. Pola pikir dan tindakan siswa- siswa ini unik karena mereka masih suka bereksperimen dengan norma moral dan sosial yang ada. Perilaku siswa ini terkadang menurut orang dewasa dianggap sebagai perilaku menyimpang. Pada perilaku mencontek, plagiasi atau mencuri gagasan orang lain tanpa memberikan rujukan, bagi siswa itu dianggap sebagai prestasi. Adalah suatu kebanggaan bila berhasil membohongi guru tetapi mendapatkan nilai baik. Suatu kebanggaan pula bila bisa lulus pada mata pelajaran tertentu dengan nilai baik tanpa harus bersusah-payah belajar dan mengerjakan tugas dengan benar tanpa duplikasi maupun plagiasi. Menariknya justru siswa yang tidak melakukan hal tersebut dianggap aneh dan tidak normal. Prematur atau dewasa sebelum waktunya. Bagi kebanyakan siswa perilaku plagiasi tidak dianggap salah. Secara jujur mereka bahkan tidak tahu di mana letak kesalahannya. Plagiasi sendiri marak dilakukan karena: 1. Mudah, 2. Hanya sedikit yang ketahuan, 3. Apabila ketahuan hukumannya tidak berat.

Pada era digital tinggal pilih naskah via internet, ubah bentuk huruf, format spasi, dan modifikasi kata-kata hubung kemudian siswa mendapat tulisan baru atas nama mereka. Naskah dan hasil penelitian tersedia di dunia maya dengan melimpah dan gratis. Melalui “search engine” siswa tidak perlu membaca dan memeriksa satu persatu web, cukup mengetik topik yang spesifik kemudian memilih yang sesuai, bahkan ada yang mengumpulkan tugas mata pelajaran tertentu tanpa mengedit isi dan menganalisis terlebih dahulu topik yang mereka ambil dari Internet. Jenis plagiasi dari internet digemari siswa karena memudahkan membuat naskah secara cepat. Memungkinkan mereka yang terkena “deadline” membuat naskah dengan kualitas baik dalam waktu semalam. Membuat tugas secara mudah dan cepat adalah suatu sensasi dan keasyikan tersendiri bagi siswa yang berpikir instan dan maunya serba cepat. Sikap seperti ini muncul karena kurang tegasnya peraturan mengenai plagiasi dikalangan satuan pendidikan menengah atas, padahal siswa- siswa ini akan menghadapi situasi perguruan tinggi yang ketat akan peraturan mengenai orisinal karya tulis. Apabila mereka terbiasa melakukan plagiasi bahkan tidak mengetahui bahwa yang mereka lakukan salah dan dapat ditindak pidana maka siswa akan rugi karena tidak dapat bersaing di tingkat pendidikan selanjutnya dan bagi sekolah ketidakpercayaan akan muncul dengan lulusan yang di luluskan oleh sekolah tersebut. Upaya pendewasaan diri tentu harus memerangi perilaku plagiasi. Pemahaman bahwa perilaku mencontek atau plagiasi adalah buruk karena dapat menyebabkan tendensi atau kecenderungan untuk melakukan secara berulang- ulang (ketagihan). Seseorang yang suka mengambil jalan pintas ketika mengalami kesulitan cenderung mengulanginya kembali. Perilaku mencuri, mencoktek, dan plagiasi adalah pembentukan kebiasaan. Ini sangat berbahaya bila terus dibiarkan. Plagiasi juga berakibat buruk karena mengurangi potensi siswa belajar demi masa depannya. Siswa akan kehilangan waktu berlatih menganalisa, menyimpulkan, dan menilai informasi kemudian mengutarakan dengan jelas dan meyakinkan. Plagiasi membuat siswa tidak memiliki rasa percaya diri terhadap pendapatnya. Plagiasi juga mengurangi kesempatan berlatih menyusun kata kalimat menjadi sebuah karangan.

Upaya Pencegahan Plagiasi

Upaya untuk menangani plagiasi tentunya sama terapi untuk menangani pelanggaran lalu lintas, atau menangani kebiasaan mengobrol hingga pagi yaitu dengan menghukumnya. Bentuk hukuman tentu bervariasi tergantung tingkat kesalahan. Menghukum siswa yang malanggar lalu lintas tentu tidak sama dengan menghukum mereka yang suka begadang mengobrol sambil minum kopi. Meskipun demikian hal yang tidak baik untuk masa depan harus selalu dihukum. Menangani permasalahan plagiasi, penilaian guru terhadap karya siswa tidak boleh hanya melihat pada hasil akhir karya tulis siswa tetapi juga proses pembuatan karya tulis tersebut. Ini artinya guru juga memberikan apresiasi kepada siswa yang tidak melakukan plagiasi. Apresiasi diberikan lebih atas usaha mereka menahan diri tidak mencontek demi mendapat nilai bagus. Guru tidak boleh hanya menyuruh siswa tidak melakukan plagiasi tetapi juga menunjukkan bagaimana cara untuk tidak memplagiasi, beri sangsi yang pantas untuk mereka yang menyontek dan melakukan plagiasi. Hal ini sebagai usaha untuk membentuk karakter siswa yang jujur dan bekerja keras, karena sesuatu yang berhasil di dunia ini tidak akan didapatkan dengan cara cepat/ instan semua butuh proses hingga memperoleh hikmah- hikmah dari usaha yang dilakukan.

Penutup

Plagiasi adalah fenomena yang dihadapi lingkungan perguruan tinggi saat ini. Maraknya plagiasi banyak disebabkan akibat peralihan mahasiswa dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Masa anak adalah masa bermain dimana semua dianggap benar dan wajar untuk dilakukan. Masa dewasa adalah masa bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan. Sementara itu masa peralihan adalah masa bereksperimen dengan segala norma dan moral yang ada. Masa peralihan adalah masa pembentukan kepribadian dimana perilaku yang diapresiasi atau dibiarkan cenderung diulang sementara perilaku yang mendapat hukuman akan coba dihilangkan. Mengingat hal tersebut maka perilaku plagiasi di kalangan siswa wajib untuk dihukum secara berat untuk dihilangkan. Harus diakui bahwa semua orang di dunia ini adalah egois, lebih mendahulukan kebahagiaan diri sendiri daripada orang lain. Kebahagiaan diri ada beberapa macam, ada orang yang berbahagia ketika berhasil menipu orang lain dan hidup dengan mudah, ada juga yang berbahagia karena hidup dari hasil kerja keras mereka sendiri. Sebagai orang dewasa tentu kebahagiaan jenis kedua ini adalah kebahagiaan yang harus kita capai.

 
 

Komentar Pengunjung

Kategori Artikel

1. Internet
Kumpulan tutorial seputar Website
2. Gadget
Kumpulan Artikel berhubungan dengan Gadget
3. Elektronik
Artikel dan tutorial perangkat Elektro
4. Comp & Net
Artikel seputar Networking dan hardware software Komputer.
5. General Articles
Edisi Berbagai macam disiplin ilmu alias Artikel Campur aduk.
terima kasih banyak... sangat1000x membantu..

_ Chei

Visitors Counter

543792
TodayToday236
YesterdayYesterday252
This WeekThis Week653
This MonthThis Month6837
All DaysAll Days543792
Top : 01-10-2023 : 456
IP Anda :44.201.92.114
Logged In Users 0
Sedang Online : 11

Login Form

 

Terbaru

Daftar tutorial terbaru di website ini beserta list artikel lain dalam kategori ini. klik disini untuk membuka halaman nya

 

Artikel Serupa